BATAM – Pulau Penambi, salah satu Pulau yang berada wilayah Kelurahan Belian, Kecamatan Batam Kota, Kota Batam, terancam hilang akibat kegiatan Cut And Fill(pemindahan tanah) yang sudah berlangsung beberapa tahun terakhir.
Selain Pulau Penambi, dua Pulau disekitarnya yakni Semakau Kecil dan Semakau Besar juga terancam hilang akibat kegiatan reklamasi.
Dari ketiga Pulau ini, Pulau Penambi masih dihuni oleh masyarakat secara turun temurun. Saat ini masih terdapat 8 rumah warga di Pulau ini.
Hampir keseluruhan warga yang menghuni Pulau yang masuk Kawasan Hutan Lindung ini berprofesi sebagai nelayan. Pulau ini ini merupakan dataran tertinggi ke-2 di wilayah Batam Kota setelah Gunung Kelare (Bukit Clara).
Pulau Penambi Sudah Menyatu dengan Daratan
Kondisi saat ini, Pulau Penambi sudah menyatu dengan daratan akibat kegiatan Cut And Fill yang sudah berlangsung beberapa tahun terakhir. Para pengembang membangun jalan untuk akses lori Dump Truck yang mengambil tanah dari perbukitan Pulau ini.
Perbukitan di Pulau ini juga telah terbelah akibat kegiatan Cut and fill. Dibawah kaki bukit tampak plang nama sebuah perusahaan bertuliskan “Tanah ini milik PT. GCD.
Disisi lain, di sekiar pesisir pantai pulau ini masih ditumbuhi ribuan pohon bakau dan beberapa pohon kelapa juga masih tampak menjulang tinggi sebagai bukti kampung ini sudah lama dihuni oleh penduduk setempat.
Pulau Tidak Boleh Hilang dari Peta
Sawal, salah satu warga nelayan yang tinggal di Pulau Penambi mengatakan bahwa pulau-pulau kecil tidak boleh hilang dari peta.
“Semua harus mengikuti aturan yang ada untuk pengelolaan pulau-pulau kecil. Pengelolaan pulau bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan, melindungi hak masyarakat, dan memastikan pemanfaatan yang berkelanjutan,”ujarnya kepada SwaraKepri, Group Media BeritaBenar, Rabu 16 Juli 2025.
Beberapa peraturan yang dimaksud diantaranya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta perubahannya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014.
Kata dia, selama ini ada dugaan upaya dari pihak tertentu untuk mengalihfungsikan Pulau Penambi dengan berbagai cara, seperti kegiatan Cut and Fill, perencanaan reklamasi yang sempat terhenti, dan pemberian PL oleh BP Batam ke perusahaan pengembang di sekitar pulau Penambi untuk dijadikan Kawasan Komersil.
“Pulau Penambi tidak boleh hilang. Cuma itu tadi, sedikit demi sedikit Pulau ini berkurang akibat Cut And Fill, lama-lama bisa hilang ini pulau,”tegasnya.
Masyarakat Memiliki Hak Menjaga Kelestarian Lingkungan
Sawal juga mengatakan, bahwa dalam pembangunan Pemerintah harus dan perlu melibatkan masyarakat setempat. Jika perusahaan diberikan ijin untuk memotong bukit, menimbun laut dan diberikan PL, masyarakat asli juga punya hak menjaga Kelestarian Lingkungan, karena masyarakat Nelayan bergantung hidup dengan hasil alam.
“Kami juga memiliki hak menjaga tempat tinggal kami, menjaga lingkungan kami agar tidak rusak. Kalau lingkungan kami rusak, laut dan bakau rusak, macam mana kami mencari kehidupan?”tandasnya.
Sejarah Pulau Penambi
Pulau Penambi pertama kali dihuni oleh mendiang Anton Saga pada tahun 1970-an. Dia merupakan penggarap dan penghuni pertama di pulau ini. Dia kemudian menikah dan menetap di Pulau ini hingga memiliki anak dan cucu yang masih tinggal di tempat ini.
“Memeng dulu pertama Bapak (Anton Saga) yang tinggal di pulau ini. Bapak sendiri memiliki 3 anak. dan saya yang masih tinggal disini. Dulu usaha Bapak membuat arang, makanya kampung disini kadang disebut juga oleh masyarakat dapur arang,” kata salah satu anak Anton Saga.
Kata dia, selanjutnya para pekerja Anton Saga juga menghuni pulau Penambi. “Kemudian anak buah (pekerja) Bapak juga tinggal disini. termasuk almarhum suami dari Mak Dijah. Kemudiah bertambah satu demi satu yang tinggal disini, termasuk saya dan tetangga yang lain,”lanjutnya.
Untuk diketahui di Wilayah perairan Batam Cente, Kecamatan Batam Kota terdapat tiga Pulau Kecil yakni Pulau Semakau Besar, Pulau Semakau Kecil dan Pulau Penambi.
- Pulau Semakau Besar

Pulau Semakau Besar merupankan pulau yang paling Besar di wilayah Perairan Batam Centre. Luas Pulau ini di perkirakan mencapai kurang lebih 9 HA – 13 HA (Hektar).
Pulau ini memiliki hutan bakau yang paling rimbun di antara ketiga Pulau lain di kawasan ini. Selain itu pulau ini juga termasuk kawasan hutan Lindung.
Menurut Jumari, salah satu masyarakat setempat yang juga beprofesi sebagai nelayan pulau ini dulunya hanya terdapat 1 rumah penduduk atas nama Khalifah sampai adanya pelepasan hak kepada salah satu perusahaan di Batam.
- Pulau Semakau Kecil

Letak Pulau Semakau Kecil ini bersebelahan dengan Pulau Semakau Besar. Pulau ini berdekatan dengan Pelabuhan Internasional Batam Centre. Pulau ini juga temasuk Kawasan Hutan Lindung dengan luas diperkirakan mencapai 4 HA (Hektare) atau Lebih.
- Pulau Penambi

Pulau ini satu-satunya pulau yang masih di huni oleh masyarakat lama. Terdapat 8 rumah nelayan di pesisir pulau ini.
Hampir keseluruhan penduduk yag tinggal disini berprofesi sebagai nelayan. Pulau ini juga masuk Kawasan Hutan Lindung yang dihuni oleh masyarakat.
Pulau Semakau Terancam Hilang dari Peta Akibat Reklamasi
Banyaknya aktivitas Reklamasi membuat beberapa Pulau di Indonesia terancam hilang dari Peta di perairan Indonesia. Diantaranya aadalah Pulau Semakau kecil dan Semaku Besar yang terletak di Perairan Batam Centre Kelurahan Belian, Kecamatan Batam Kota, Kota Batam.
Pulau Semakau Kecil dan Semakau Besar, salah satu titik yang terancam hilang akibat Pembangunan dan Proyek Reklamasi yang masif dari tahun ke tahun.
Keberadaan pulau ini dihimpit oleh gencarnya perusahan dan pengembang yang berlomba-lomba membangun Kawasan komersil dan Pemukiman elit dengan melakukan aktivitas penimbunan laut. Dulu masih di bibir pantai dan saat ini mencapai tengah laut.
Pantauan SwaraKepri, group media BeritaBenar di lapangan, terlihat tanah timbunan yang di angkut oleh Dump Truck tepat berada dialur sungai antara Pulau Semakau Kecil dan Besar. Penimbunan Tanah telah menyebar di tengah-tengah Laut,dan hampir menyatukan kedua Pulau ini yang dulunya adalah wilayah tangkap Nelayan dari berbagai Kelompok Nelayanm diantaranya Kecamatan Batam Kota, Bengkong dan Nongsa.
Semakau Kecil dan Besar bukan tanpa alasan terancam hilang, karena dengan menyusutnya wilayah perairan dikawasan ini didukung dengan aktifitas reklamsi yang berlanjut dari tahun ke tahun, serta semakin mengecilnya wilayah tangkap nelayan.
Secara Geografis, Indonesia memiliki nama Pulau yang sama dengan Negara Singapura yaitu Pulau Semakau. Namun Letak perbedan Semakau di Singapura semakin Eksis sebagai Pulau buatannya, sementara Pulau Semakau Kecil dan Besar di Indonesia terancam hilang dari Peta Indonesia.
Pulau Semakau Kecil dan Semakau Besar juga merupakan Hutan Lindung yang tercantum dalam Peta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK) termasuk beberapa titik lain yang ada di Kelurahan Belian, Kecamatan Batam Kota.
Hendrik Hermawan, Aktivis Lingkungan Sekaligus Pendiri Non Government Organitation (NGO) Akar Bhumi Indonesia mengungkapkan bahwa kerusakan Lingkungan yang terjadi di Kawasan Batam Kota sangat memprihatinkan, dan dampak yang ditimbulkan sangat merugikan bagi Masyarakat Nelayan dan juga punya indikasi terancamnya hutan lindung dari yang akan hilang dari Pata (KLHK).
“Hutan bakau di Kawasan Pulau Semakau Kecil dan Semakau Besar masuk dalam Peta Hutan Lindung. Dengan adanya reklamasi ini akan mengganggu eksitensi Nelayan dan bepotensi merusak Hutan Bakau,”ujarnya.
“Banyak sekali dampak yang ditimbulkan. Kekhawatiran kita juga ada indikasi Pulau Semakau Besar dan Semakau Kecil terancam hilang. Ada dugaan status hutan lindung akan di putihkan dengan upaya penimbunan dan reklamasi,”lanjut Hendrik.
Keterangan Masyarakat Setempat
Menurut salah satu Tokoh Masyarakat Nelayan Belian, Bolia mengungkapkan bahwa reklamasi yang berlangsung selama ini tidak berpihak kepada masyarakat Nelayan yang ada. Warisan yang ssudah turun termuun, seperti nama tempat dan hasil Laut, perlahan hilang dan tergantikan.
Dikatakan bahwa wilayah Perairan Pulau Semakau Kecil dan Semakau Besar dulunya adalah tempat masyarakat Nelayan memasang jaring ikan, jaring empang dan bubu kepiting serta pasang kelong untuk mencari ikan dan hasil laut.
Saat ini aktivitas nelayan semakin terbatas dalam melakukan aktivitas melaut. Ruang tangkap semankin sempit dan hasil laut semakin berkurang, sehingga eksistensi nelayan semakin terancam dengan proyek reklamsi yang terus menerus terjadi dan berkelanjutan.
“Berapa banyak nama tempat yang hilang akibat pembangunan, kemudian diganti dengan nama-nama baru dengan kegunaan Komersil yang baru. Kita masyarakat nelayan hanya jadi penonoton, dan tidak bisa berbuat apa-apa,”ujarnya.
Kekhawatiran Masyarakat Nelayan
Reklamasi yang berkelanjutan sangat berdampak terhadap masyarakat nelayan yang tinggal di pesisir pantai. Mereka kehilangan mata pecaharian bahkan kehilangan tempat tinggal di wilayah pesisir.
Ada bebrapa Kelompok masyrakat pesisir di yang tinggal di perairan Batam Centre, diantaranya di pesisir Kampung Belian, Kampung Dapur Arang, Kampung Kelembak dan beberapa titik lokasi lainya.
Sawal, salah satu nelayan Kampung Belian berharap pemerintah dapat memberikan perhatian terhadap masyarakat pesisir di Belian.
Ia berharap tempat yang dia tinggali sekarang tidak lagi diganggu dengan alasan pembangunan oleh pemerintah dan pengembang.
“Kampung Nelayan seharusnya tidak boleh hilang dan diakui oleh Pemerintah,’tegasnya.
Penulis: Tatang Hidayat