16.9 C
New York

Rakyat Mengadu, Komisi VI DPR Menampung, BP Batam Berbenah?

Published:

‎BATAM – Sejak panitia kerja (Panja) pengawasan tata kelola kawasan Batam Komisi VI DPR-RI membuka layanan pengaduan, rakyat kota Batam berduyun-duyun menyampaikan keluhannya.

Laporan ini beragam jenis, mulai dari penyerobotan lahan, tumpang-tindih peralihan lahan, perubahan alih fungsi hutan, pengrusakan lingkungan, yang paling beken tentu penggusuran masyarakat Rempang meskipun pemaknaan diksinya diganti dengan istilah “pergeseran atau transmigrasi lokal” guna mewujudkan ambisi pemerintah membangun kawasan bisnis Rempang Eco-city yang dinilai menyampingkan sosio kultural masyarakat Melayu di tanah Ulayatnya sendiri.

‎Kurang lebih tiga jam Panja pengawasan tata kelola kawasan Batam mendengar langsung aspirasi dari pelbagai elemen masyarakat di Ballroom Marriot Hotel, Harbour Bay, Batam, Jumat 18 Juli 2025.

‎Singkat memang untuk puluhan aduan yang disampaikan. Namun, tak mengubah esensi bahwa Batam kota yang konon modern ini ternyata buruk secara tata kelola lahan dan tata ruang.

‎Bagaimana dengan estetika? Silahkan publik menilai sendir. ‎Buruk dalam hal ini bukan untuk mendiskreditkan. Tetapi, untuk menyampaikan bahwa banyak hal yang luput dari penerapan kebijakan dalam memajukan kota Bandar Madani ini.

Apakah BP Batam siap untuk berbenah?

‎Mungkin itulah pertanyaan pertama kali muncul dibenak publik terhadap Badan Pengusahaan (BP) Batam dengan nahkoda barunya, Amsakar Achmad dan Li Claudia Chandra ex-officio Walikota dan Wakil Walikota Batam periode 2025-2030.

‎”Saya kira BP Batam pasti mendengar suara rakyat yang disuarakan oleh Komisi VI. Makanya kita membentuk Panja khusus Tata Kelola Batam karena kita menghendaki pengelolaan yang lebih baik,” kata Wakil Ketua Komisi VI DPR-RI, Nurdin Halid kepada wartawan usai mendengar aduan masyarakat.

‎Pihaknya menginginkan Batam menjadi salah satu kota yang aman untuk destinasi investasi, wisata, dan diharapkan dapat menarik investor asing karena adanya kepastian hukum. “Sehingga menjadi kota yang aman, kota yang indah,” harapnya.

‎Di sisi lain, Ketua Panja, Andre Rosiade menyampaikan bahwa pengumpulan aspirasi masyarakat ini nantinya akan diserahkan ke BP Batam. Dan ia meminta BP Batam untuk dapat mengurai sekaligus menyelesaikan permasalahan tersebut.

‎”Nanti kita rapat dari siang sampai sore (dengan BP Batam). Nanti di bulan Agustus atau September kami akan panggil lagi BP Batam untuk menindaklanjuti hasil aspirasi masyarakat yang kami sampaikan,” kata dia.

‎Andre menegaskan aspirasi masyarakat ini akan dikawal oleh Panja Komisi VI dan Panja tersebut tidak akan ditutup sebelum permasalahan masyarakat dapat diselesaikan oleh BP Batam.

‎”Tentu ada prosesnya dahulu. Jadi, sabar saja dulu. Yang jelas kami DPR membuka ruang seluas-luasnya,” bebernya.

‎Apalagi, kata dia, nahkoda BP Batam sekarang punya semangat keterbukaan tranparansi publik. “Jadi, enak komunikasinya baik dengan pak Amsakar dan buk Chandra Elia (sapaan Andre kepada Li Claudia Chandra). Karena semangat beliau berdua membuka diri untuk menyelesaikan permasalahan masa lalu,” ujarnya.

‎Mendengar ucapan tersebut, sontak wartawan bertanya kepada, Andre: Apakah nahkoda BP Batam sebelumnya komunikasinya kurang baik dengan Komisi VI selaku mitra kerja?

‎”Saya ingin menyampaikan bahwa Kepala BP Batam dan Wakil Kepala BP Batam periode sekarang jauh membuka diri dan mau bersama-sama dengan Komisi VI menyelesaikan permasalahan,” jelasnya.

‎Terpisah, salah satu masyarakat yang mengadu pada forum ini, Tatang dari Keluruhan Belian, Batam Kota menyampaikan ditempat ia tinggal terdapat tiga pulau kecil terancam hilang akibat perencanaan pembangunan dengan kegiatan reklamasi dan Cut and Fill.

‎Ketiga pulau kecil itu, yakni: Pulau Semakau Besar, Pulau Semakau Kecil, dan Pulau Penambi merupakan kawasan yang harus dijaga. Karena, di ketiga pulau ini terdapat ekosistem biota laut dan sumber keanekaragaman hayati yang menjadi daerah tangkapan nelayan masyarakat sekitarnya.

‎Selain itu, Tatang juga menyoroti dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 25 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Kemudian, Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

‎Kedua Peraturan Pemerintah tersebut yang dikatakan oleh Andre Rosiade dalam forum ini sebagai hadiah dari Presiden kepada BP Batam. Tatang khawatir peraturan baru itu  kemungkinan akan memiliki dampak dan merusak keberadaan tempat tinggal masyarakat lama khususnya di pesisir ketiga pulau tersebut.

‎”Di Kawasan ini (Pulau Penambi) terdapat Kampung Lama. Di situ terdapat 8 rumah. Keberadaan mereka harus dilindungi dan diperhatikan,” ujarnya.

‎Tatang meminta BP Batam untuk menata tempat tinggal mereka dan melindungi keberadaannya, tanpa harus merusak atau memindahkan mereka dari tempat tinggalnya.

‎”Masyarakat berharap pembangunan ke depan harus memperhatikan keberadaan masyarakat lama. Kami juga mengharapkan keberadaan mereka di tata oleh pemerintah. Melalui program-program pemerintah,” pintanya.

‎”Kalau memang ada program pemerintah seperti Kampung Nelayan. Buat lah perkampungan nelayan di situ,” tegasnya.

Penulis: Muhammad Shafix

Artikel Terkait

spot_img

Berita Terbaru

spot_img